Rabu, 29 Agustus 2012


Ramadhan, Pilkada dan Nafsu!
“Tak perlu terlalu memikirkan boleh atau tidaknya calon independen dalam Pilkada. Itu bukan urusan kita! Ada atau tidaknya independen tidak ada untungnya bagi kita (rakyat kecil). Ramadhan sang tamu agung ada di depan mata, itu yang harus kita pikirkan. Bagaimana dan sejauh mana sudah persiapan kita untuk menyambutnya dengan sesempurna mungkin?” Kalimat-kalimat tersebut diucapkan dengan suara lantang siang itu oleh khatib Jum’at (08/07), di mesjid Jami’ Abu Indrapuri.
Ya! Tak terasa sebentar lagi, jika Allah memberi nikmat umur panjang pada kita, kita akan bertemu kembali dengan Ramadhan. Kita akan kembali berperang dahsyat dengan hawa nafsu. Sepulang dari perang Badar, Nabi Muhammad ditanya oleh seorang Sahabat: “Adakah perang yang lebih besar daripada perang Badar ini ya Rasul?” Nabi saw. menjawab: “Ada. Perang melawan hawa nafsu.” Ibarat pasukan yang akan menghadapi pertempuran sengit, maka jauh hari sebelum jadwal pertempuran, pasukan harus menyiapkan kematangan fisik, mental serta perlengkapan tempur dengan sesempurna mungkin. Demikian juga halnya dengan Ramadhan yang mana di bulan tersebut kita akan bertempur melawan hawa nafsu yang ada dalam diri kita sendiri.
Dalam hal politik, berpolitik merupakan bagian dari agama. Namun dunia politik rentan membuat manusia tergelincir ke lingkaran hitam kecurangan, fitnah memfitnah, ataupun melupakan kewajiban-kewajiban yang sepatutnya lebih didahulukan. Ramadhan merupakan momentum yang tepat untuk mengintrospeksi segala carut-marut di segala lini kehidupan selama ini.
Selama ini, meski berat di hati, namun kita mesti mengakui bahwa suasana di Aceh semakin tercarut marut dengan arus perpolitikan menuju Pilkada yang akan berlangsung di bulan November, empat bulan lagi. Pejabat yang akan terlibat di ajang Pilkada sering meninggalkan kewajiban masuk kantor, guna menghadiri rapat-rapat persiapan pemenangan tokoh yang mereka dukung. Mahasiswa-mahasiswa mencari fee sampingan dengan bergabung bersama Timses-Timses para calon pejabat, walaupun sebagian mereka hanya dijadikan sebagai “pion” pemasang stiker, baliho, spanduk, selebaran di jalanan, atau mengumpulkan KTP dari masyarakat. Tak jarang juga, beberapa organisasi mahasiswa menjadi ‘budak’ yang disetir oleh Parpol tertentu untuk melakukan demo guna kepentingan tertentu. Sebagian mahasiswa tak lagi membaca buku. Tugas akademik mahasiswa kebanyakan hanya hasil dicopy-paste dari senior ataupun dari “profesor google”. Ada pula tengku-tengku yang ‘cuti’ dari mengisi pengajian. Tanya kenapa? Karena banyak yang ingin menjadi bagian dari pergolakan dan “perjudian” politik saat ini.
Masyarakat kecil pun tak terlepas dari perbincangan serius masalah politik. Ucapan khatib yang saya kutip di atas, menurut khatib bukan keluar begitu saja dari mulutnya. Namun fenomena tersebut telah lama beliau pikirkan setiap menyaksikan tingkah masyarakat Aceh baik yang di kota maupun di kampung. Mereka selalu saja asik membahas perihal politik antara adanya calon independen maupun tidak, atau siapa Balon Cagub-Cawagub, atau Cabup-Cawabup dari daerah mereka. Bahkan pembahasan bulan puasa yang sudah di depan mata dan harga daging meugang yang tak menutup kemungkinan tahun ini akan naik harga, kalah dengan pembahasan politik di kantor-kantor maupun warung kopi. Lalu bagaimana dengan persiapan menyambut Ramadhan, sudah sejauh mana persiapan masyarakat Aceh menjelang ramadhan; tradisi meugang, bersih rumah, dan lain-lain?
Ramadhan Kali Ini Lebih Istimewa
Ramadhan itu sendiri merupakan bulan istimewa bagi umat Islam. Namun dalam konteks Aceh tahun ini, Ramadhan akan terasa lebih istimewa. Kenapa saya katakan demikian? Dari segi kondisi politik, rasanya dalam sejarah “Aceh modern”, tak pernah terjadi ‘keributan politik’ antara ‘sesama orang Aceh’ sepanas yang kita rasakan saat ini. Dalam kondisi demikian, Allah mempertemukan kita dengan Ramadhan. Jadwal Ramadhan berada di depan jadwal pelaksaan kampaye Pilkada dan Pilkada itu sendiri. Ini merupakan momentum tepat untuk introspeksi semua pihak yang ‘bertikai’ dan yang bersaing nanti.
Kita berharap, semoga dengan kedatangan Ramadhan, sang tamu agung ini bisa membawa udara segar bagi suasana kehidupan rakyat di Aceh. Semoga Ramadhan merupakan jeda waktu yang dihadiahkan Allah kepada para ‘petarung’ agar nantinya bertarung secara sportif, tak mengotori Pilkada dengan politik uang, aksi anarkis, dan segala bentuk kecurangan lainnya. Semoga dengan do’a-do’a tulus dari tengku-tengku, janda dan anak-anak yatim di kampung-kampung, setelah idul fitri nanti jiwa-jiwa pemimpin kita kembali fitrah agar bisa berpikir dengan tenang sehingga buah pikiran mereka turut jernih.  Demikian juga agar selama Ramadhan rakyat bisa berpikir jernih untuk memilih tokoh-tokoh yang akan memimpin mereka dengan penuh amanah selama lima tahun ke depan, agar jangan pula karena nafsu fanatik sebahagian orang terhadap tokoh tertentu menjadikan mereka berbuat anarki terhadap kelompok lain, karena nafsu sangat rentan mempengaruhi emosi mereka dalam suasana Pilkada ke depan. Kedepankan rasa persaudaraan sebagai sesama muslim, sesama mukmin, sesama orang Aceh, sehingga kontak fisik tak perlu terjadi. Karena kita sama-sama ingin membangun damai dan kejayaan di Aceh. Semoga Allah mengabulkan do’a-do’a rakyat Aceh di bulan Ramadhan dengan menghadiahkan kepada kita pemimpin yang bisa mencintai rakyat, dan rakyat bisa menerima serta mencintai kepemimpinannya.
Sebagai bahan renungan bagi para pemimpin kami dan juga bagi mereka yang akan bersaing di Pilkada, seberapa sudah usaha anda dalam melayani masyarakat agar mereka tak kalang kabut menghadapi hari meugang yang kurang dari dua minggu lagi, agar mereka tenang dalam mempersiapkan ibadah, agar tidak ada sebahagian fakir miskin, janda maupun yatim korban konflik yang hanya bisa mencium bau daging meugang dari rumah tetangga?! Sejauh mana sudah usaha anda dalam mengatur harga sembako dan menekan harga daging yang semakin hari kenaikan harganya semakin menggila?
Akhir kata, Ibnu Rajab meriwayatkan bagaimana kondisi para sahabat Rasulullah saw. terkait Ramadhan: “mereka (para sahabat) berdo’a kepada Allah selama 6 bulan agar mereka dapat menjumpai Ramadhan. Kemudian mereka pun berdo’a selama 6 bulan agar amalan yang telah mereka kerjakan diterima olehNya.” Semoga kita tidak menyia-nyiakan kesempatan nikmat di bulan mulian. Allahumma balliqhna ramadhan. Ya Allah, izinkanlah kami berjumpa dengan bulan Ramadhan...
*Pernah dimuat di Harian Aceh
*Mahasiswa PascaSarjana IAIN Ar-Raniry, Konsentrasi Fiqih Modern. Anggota FLP Aceh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar